CAGAR BUDAYA INDONESIA CANDI LAWANG DAN CANDI SARI, SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DI BOYOLALI
Berbicara
tentang candi, ingatan saya langsung tertuju pada candi Borobudur. Candi Budha
yang terletak di Magelang ini bukan hanya menjadi salah satu keajaiban dunia.
Akan tetapi candi Borobudur juga menyimpan legenda yang beredar di masyarakat.
Konon katanya candi Borobudur dibangun pada tahun 800 Masehi pada masa kerajaan
dinasti Syailendra di Jawa Tengah.
Candi
lain yang terekam dalam ingatan saya adalah candi Prambanan. Candi yang selalu
saya lewati kalau ke Jogja ini, dulu legendanya sering muncul di buku paket
Bahasa Indonesia saya. Candi yang mengungkap sejarah kisah cinta bertepuk
sebelah tangan antara Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang ini merupakan candi bercorak
Hindu. Konon katanya candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama
Hindu yaitu Brahma sebagai dewa pencipta, Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan
Siwa sebagai dewa pemusnah.
Candi
di Jogja lainnya yang juga menyimpan sejarah kisah cinta adalah candi Plaosan.
Candi ini terletak tidak jauh dari candi Prambanan, lebih tepatnya di Desa
Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten.
Candi
Plaosan ini berbeda dengan candi Borobudur maupun candi Prambanan. Jika candi
Borobudur bercorak agama Budha sementara candi Prambanan bercorak agama Hindu,
candi Plaosan ini adalah perpaduan dari agama Budha dan agama Hindu.
Menurut
sejarah, candi Plaosan ini adalah bukti cinta antara Rakai Pikatan yang
menikahi Pramordhawardani sementara
keduanya berbeda keyakinan. Di mana Rakai Pikatan berasal dari Dinasti Sanjaya
yang menganut agama Hindu, sedangkan Pramordhawardani berasal dari Dinasti
Syailendra yang menganut agama Budha. Dan candi Plaosan ini dibangun sebagai
lambang rasa cinta Rakai Pikatan dan Pramordhawardani.
Jadi,
jangan heran jika candi Plaosan ini berbeda dengan candi-candi lainnya. Meskipun
pada dasarnya candi Plaosan ini adalah candi yang bercorak agama Budha, tetapi
secara arsitektur candi Plaosan memiliki campuran dengan candi Hindu di
indonesia.
***
Candi-candi
di atas hanyalah sebagian candi di Indonesia yang harus dirawat. Karena
candi-candi tersebut merupakan cagar budaya Indonesia sekaligus bukti sejarah akan
kehidupan masa lampau.
Sedari
kecil, saya hanya tahu tentang candi Borobudur dan candi Prambanan saja.
Padahal di Indonesia ada puluhan candi dengan kisahnya yang menarik untuk
dipelajari. Dan di kota tempat saya tinggalpun ternyata juga ada 2 candi yang
merupakan cagar budaya Indonesia yang meski dijaga keberadaannya. Kedua candi tersebut
berada di kecamatan Cepogo, yaitu Candi Lawang dan Candi Sari.
Jika
selama ini Cepogo terkenal dengan budaya sadranan dan deSA pengrajin tembaga,
ternyata cepogo juga merupakan wilayah yang menyimpan akan sejarah perkembangan
agama Hindu di Boyolali. Karena candi Lawang dan candi Sari tersebut adalah
candi-candi peninggalan agama Hindu.
Candi Lawang di Dusun Dangean, Cepogo, Boyolali
“Lawang”
berarti pintu. Candi Lawang ini bentuknya seperti pintu. Oleh karena itu, candi
ini dinamakan candi Lawang.
Candi
Lawang merupakan salah satu candi peninggalan kerajaan Mataram Hindu yang diperkirakan
periodesasi candi ini sekitar 750 M – 800 M. Struktur bangunannya menyerupai
Candi Prambanan.
Candi
Lawang pertama kali ditemukan oleh seorang arkeolog Belanda pada tahun 1972. Candi
ini terdiri atas satu candi induk yang sudah tidak utuh lagi dan hanya terlihat
sebagian tubuhnya saja dengan denah berbentuk bujur sangkar dan kaki candi
berdiri di atas batur. Candi Lawang ini juga memiliki perbingkaian gaya klasik
tua di bagian kaki dan sebagian tubuhnya. Sementara ragam hias penghias
bangunan candi Lawang atau ornamentalnya berupa simbar (antefiks) dan hiasan
untaian bunga, serta hiasan geometris seperti motif gawang (kotak-kotak).
Di
sebelah utara dan sebelah selatan candi induk ada candi perwara berdenah bujur
sangkar. Sementara candi perwara di sebelah timur berdenah persegi panjang.
Sementara
temuan lain yang ada di candi Lawang yaitu ada sebuah Yoni yang mengeluarkan
rembesan air dari lubang Yoni-nya, arca Agastya, arca Durga Mahisasuramardini,
pecahan makara, dan simbar (antefiks).
Untuk
menuju candi Lawang, jalan menuju ke sana memang sudah bagus. Akan tetapi jalan
yang berkelok dan letaknya yang berada di tengah dusun dan lebih tepatnya
berada di belakang rumah warga ini membuat candi Lawang tidak banyak
pengunjung. Meskipun pergi ke candi Lawang ini gratis, akan tetapi tanpa
pemandu pergi ke candi Lawang agak kesulitan.
Candi Sari di Gedangan, Cepogo, Boyolali
Dibandingkan
dengan candi Lawang, candi Sari ini lebih strategis meskipun sama-sama berada
di tengah desa. Letak candi Sari ini lebih tinggi dari candi Lawang. Dan menurut
saya viewnya juga lebih bagus karena berlatas gunung Merbabu dan gunung Merapi.
Akan tetapi,
candi Sari ini terbilang kecil karena sekarang hanya tersisa pondasinya saja
serta beberapa peninggalan lainnya. Pondasi bangunan candi Sari dekat dengan
pohon beringin dan di atas pondasinya terdapat empat buah batu andesit
berbentuk seperti ratna di setiap sudutnya serta satu buah Lingga semu di atas
seperti lapik arca yang diletakkan di tengah foundasi.
Sama seperti
candi Lawang, candi Sari ini adalah candi yang bercorak Hindu. Hal ini
dibuktikan dengan adanya penemuan satu buah Yoni dan satu buah arca Nandi tanpa
kepala yang merupakan wahana atau kendaraan dari Dewa Siwa.
Cagar Budaya harus dirawat atau dibiarkan musnah?
Menurut Wikipedia, cagar budaya adalah daerah yang kelestarian hidup masyarakat dan peri kehidupannya dilindungi oleh undang-undang dari bahaya kepunahan.
Sementara menurut undang-undang no. 11 tahun 2010, cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Di
Boyolali sendiri ada 5 cagar budaya, yaitu Candi Lawang, Candi Sari, Pertitaan
Cabean Kunthi, Umbul Pengging dan Masjid Cipto Mulyo. Dari kelima Cagar Budaya
yang ada di Boyolali, saya baru mengunjungi Candi Lawang, Candi Sari, dan Umbul
Pengging yang setiap musim padusan menjelang puasa Ramadhan sangat ramai akan pengunjung.
Menurut
saya pribadi, cagar budaya adalah sejarah sekaligus warisan nenek moyang
yang meninggalkan bukti akan
perkembangan ilmu pengetahuan, agama serta kebudayaan di masa lalu. Dan semua
itu harus dijaga keberadaannya agar generasi penerus nanti tahu akan sejarah
perkembangan negaranya.
Lantas, bagaimana cara merawat Cagar Budaya Indonesia agar tidak musnah?
Cagar
Budaya adalah sejarah yang tidak boleh musnah, oleh karena itu keberadaannya
harus dijaga dengan cara :
1.
Adanya
perawatan akan cagar budaya. Tanpa perawatan, cagar budaya bisa musnah. Apalagi
jika dibiarkan begitu saja, tidak hanya musnah akan tetapi juga bisa menjadi ‘korban’
dari para tangan-tangan jahil
2.
Cagar
budaya harus dilestasikan serta dilindungi
3.
Adanya
konservasi cagar budaya agar tetap ada dan pesan dari masa lalu bisa
tersampaikan pada generasi penerus
Cagar
Budaya harus dirawat karena merupakan sejarah. Alangkah lebih baik jika
siswa-siswi mulai dikenalkan dengan cagar budaya Indonesia yang ada di daerah sekitarnya.
Diajak untuk mengenal sejarah nenek moyangnya dan diajak untuk merawat
peninggalan nenek moyangnya.
Itulah
sekilas cerita tentang candi—cagar budaya—yang keberadaannya meski kita rawat
bersama-sama agar tidak musnah termakan zaman. Dan candi Lawang serta candi
Sari adalah salah satu bukti cagar budaya yang keberadaannya harus kita jaga
bersama-sama.
Oh ya, tulisan ini diikutkan dalam lomba blog "RAWAT ATAU MUSNAH". Dan di daerah teman-teman sekalian pasti juga ada cagar budaya yang keberadaannya
harus dijaga. Yuk ikutkan saja ceritanya dalam lomba blog Cagar Budaya Indonesia dengan tema “RAWAT ATAU
MUSNAH". Lomba blog ini diselenggarakan oleh Kemdikbud dan Ibu-Ibu Doyan Nulis
(IIDN).